======================
Pernahkah anda bertemu dengan orang yang sikapnya berubah secara mendadak menjadi negatif? Saya sudah beberapa kali bertemu dengan orang seperti ini. Tadinya periang, suka senyum dan menyenangkan, tapi tiba-tiba mereka berubah menjadi pemurung, menghindar dari orang lain dan pendiam. Kalaupun menjawab hanya seadanya saja dengan singkat. Adda juga yang berubah menjadi pribadi pemarah dengan emosi tak terkontrol. Mereka tidak segan-segan menunjukkan amarahnya di depan orang lain yang bisa terpicu dalam hitungan detik saja. Ada yang menjadi dingin dan kaku. Pendeknya, mereka mengalami perubahan sikap ke arah negatif yang membuat suasana disekitar mereka tiba-tiba menjadi gelap, muram atau bahkan panas. Beberapa dari mereka saya kenal cukup dekat, dan saya sendiri cukup kaget melihat perubahan sikap seperti ini dalam waktu relatif singkat. Mengapa hal seperti ini bisa terjadi? Kesimpulan saya dari semua orang yang mengalami ini bermuara pada satu hal: mereka kehilangan sukacita. There are things that can steal your joy, dan itu akan membuat perilaku dan sikap orang bisa langsung berubah dari terang menjadi gelap, bagaikan mendung yang mendadak datang menutupi cerahnya langit.
Kita hidup di dunia yang sulit. Terkadang dunia itu bisa begitu mengerikan bagaikan penuh dengan ranjau-ranjau yang bisa meledakkan kita dalam setiap langkah. Di dunia yang sulit ini pula kita bertemu dengan orang-orang yang siap membuat kita kehilangan kesabaran dan membuat situasi yang sudah buruk bertambah parah. Lalu bagaimana? Bukankah kita setiap saat harus berhadapan dengan itu semua dan kita ini hanyalah manusia biasa yang terbatas daya tahan dan kesabarannya? Tentu saja. Tetapi ada satu cara yang jitu untuk bisa mengatasi ini semua, dan itu bermuara pada pemahaman kita tentang asal muasal dari sebuah sukacita itu. Apapun penyebabnya, semua itu biasanya berasal dari kekeliruan kita dalam meletakkan atau menumpukan sukacita kita sendiri. Jika kita mendasarkan sukacita kita kepada manusia maka cepat atau lambat kita akan kehilangan sukacita tersebut dari dalam diri kita. Manusia bisa mengecewakan, orang terdekat kita sekalipun pada suatu waktu bisa menyinggung perasaan kita lalu membuat kita terluka, merasa tidak dipeduli, dikhianati dan sebagainya. Tapi dengarlah. Tuhan tidak akan pernah mengecewakan kita. Pemazmur adalah juga manusia seperti kita yang tentu saja tidak luput dari berbagai permasalahan termasuk di dalamnya berhadapan dengan orang-orang sulit yang siap membuat sukacita kita lenyap dari diri kita. Tapi lihatlah bagaimana ia berseru. "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2). Tidak hanya dikatakan sebagai tempat perlindungan dan kekuatan dan penolong dalam kesesakan, tapi juga sangat terbukti.
Lantas kemana seharusnya kita menggantungkan sukacita kita? Sebuah sukacita yang sejati itu sesungguhnya berasal dari TUHAN, dan bukan dari manusia, bukan pula tergantung dari situasi, kondisi atau keadaan yang tengah kita alami. Artinya, kita tidak harus menggantungkan kebahagiaan dan kegembiraan dalam hidup kita kepada manusia lain di sekeliling kita, atau pada keadaan kita saat ini, melainkan menggantungkannya kepada Tuhan, Allah kita yang tidak akan pernah mengecewakan anak-anakNya. Ayat berikut ini menyatakan kunci tersebut dengan sangat jelas dan sederhana. "Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya." (Mazmur 33:21). Dari sini kita bisa melihat bahwa hati kita bersukacita bukan tergantung dari orang lain atau situasi yang kita hadapi, tapi tergantung dari sejauh mana kita percaya pada Tuhan dan mempercayakanNya sebagai sumber sukacita kita yang sejati. Kita tidak akan pernah bisa menghempang masalah, kita tidak akan bisa menghindari persinggungan dengan orang lain. Masalah boleh hadir, orang-orang yang sulit ini bisa kapan saja hadir di depan hidung kita, tapi sukacita tidak boleh hilang karenanya. Mengapa? Karena sukacita sesungguhnya berasal dari Tuhan, bukan dari orang atau situasi di sekeliling kita.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar