Bertahanlah
Pelajaran Dari Kereta Api
Saya datang terlambat. Tante dan saya tiba di stasiun kereta bersamaan dengan datangnya kereta itu di peron. Saya mengucapkan salam perpisahan, keluar dari mobil dan berlari menaiki tangga. Begitu saya melangkahkan kaki di pintu gerbong yang paling belakang, keretanya mulai berjalan meninggalkan stasiun. Ah...Saya berhasil!
Merasa lega, saya mendorong pintu kabin untuk mencari tempat duduk – tapi pintunya terkunci. Aduh...saya lupa. Seringkali di akhir pekan, hanya sebagian gerbong pertama kereta saja yang dibuka untuk penumpang. Oh tidak... kamu dalam kesulitan! Saya berkata kepada diri saya, panik sementara kereta mulai melaju dan meninggalkan stasiun. Dengan bertengger pada balkon kereta yang sudah mulai bergerak, saya merenungkan situasi saya yang janggal itu. Apakah sebaiknya saya melompat sekarang? Haruskah saya berteriak meminta tolong? Apakah lebih baik saya berdiri saja disana dan berharap dapat bertahan hingga pemberhentian berikutnya?
Saya hanya punya satu pilihan praktis. Dengan tas yang teruntai di pundak kanan saya dan punggung saya menekan kuat pintu kereta, saya meletakkan kaki saya di bibir kereta yang sempit dan berpegangan pada tiang besi di depan saya demi keselamatan saya.
Mengapa kamu tidak datang tepat waktu seperti yang lainnya? Saya mencaci maki diri saya sendiri. Saya telah melakukan perjalanan ini berulang kali sehingga ini menjadi rutinitas – dan tidak pernah terjadi hal yang luar biasa sebelumnya! Mungkin sikap saya yang terburu-buru telah mengaburkan penilaian saya.
Sementara saya berdiri di atas bibir kereta, adrenalin keberanian yang semula saya miliki mulai memudar. Putus asa, saya berdoa, "Tuhan, tolong saya!"
Ketika kereta itu melewati kota, orang-orang yang sedang menanti di peron melongo melihat saya. Yang lain malah melambaikan tangan mereka kepada saya dengan semangat. Saya membalasnya dengan senyum yang dingin – suatu usaha sia-sia untuk tetap tenang dan tetap berada dalam kendali. Setelah peristiwa yang rasanya berlangsung selama 1 jam itu (padahal kenyataannya hanya sekitar 10 menit), kereta itu akhirnya melambat di pemberhentian selanjutnya. Kekuatiran baru dan skenario liar mulai muncul di benak saya. Bagaimana bila ada kereta lain di samping rel kereta saya? Bagaimana bila masinis berhenti secara tiba-tiba dan saya terlempar?
Untungnya, kereta itu berhenti di jalur rel terluar, dan suatu area yang tidak beraspal beberapa meter di bawah saya nampaknya cukup aman bagi saya untuk melompat. Setelah berhasil melompat, saya bangkit dan lari secepat mungkin ke bagian tengah kereta. Seorang pramugari mengulurkan tangannya pada saya. Sebagaimana orang lainnya yang berdiri di sepanjang peron, diapun memperhatikan aksi gila yang saya lakukan di bibir kereta.
Anda mungkin belum pernah mengalami rasanya berdiri di luar kereta yang melaju kencang, namun di dalam hidup ini, Anda mungkin pernah mengalami saat-saat dimana Anda seolah-olah sedang berdiri di bibir kereta. Dalam situasi seperti demikian, Setan, musuh kita dan si pencuri ulung, dengan cepat akan bergerak untuk menyimpangkan kebenaran dan mengingatkan kita akan segala kekurangan kita. Perasaan bersalah, rasa takut, amarah, keraguan dan menyalahkan diri sendiri mulai melemahkan kekuatan kita. Sekalipun pengalaman menakutkan yang saya alami di kereta itu sekarang hanya menjadi kenangan yang menggelikan, namun pada hari itu, peristiwa ini membuat saya merenungkan tentang hidup saya. Saya berpikir, apa yang akan saya lakukan bila menghadapi suatu keputusan yang menentukan saya hidup atau mati?
Saya belajar dari kesukaran kecil itu, bahwa saya dapat mempercayai Tuhan. Saya tidak punya alasan untuk mencaci-maki diri saya karena kesalahan yang saya buat. Kebenarannya adalah, seberapapun besarnya intimidasi dari tantangan yang kita hadapi, komitmen Bapa kepada kita tidak berubah, dan tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan kita dari kasih dan kemurahanNya (Roma 8:38-39). Sekalipun saat kita mempertanyakan kesetiaan orang-orang di sekeliling kita, kita dapat mengubur rasa bimbang yang kita miliki di dalam kasihNya yang tidak pernah berubah (Maleakhi 3:6; I Yohanes 4:16).
Inilah singkatan yang sangat menolong saya dalam menghadapi krisis:
REMEMBER (Mengingat)
Bangsa Israel telah melihat Tuhan melakukan mujizat ajaib yang melepaskan mereka dari perbudakan orang Mesir. Namun demikian, mereka tetap kuatir terhadap rintangan lainnya hingga akhirnya mereka kehilangan kesempatan mereka untuk memasuki Tanah Perjanjian (Bilangan 14:22-23). Mereka mengijinkan rasa takut mengalihkan kepercayaan mereka kepada Tuhan, lupa bahwa Ia telah menuntun mereka, memberi mereka makan, dan melindungi mereka. Bukannya mengingat kemenangan mereka di masa lampau, mereka malah memilih untuk berkeluh-kesah. Seperti halnya mereka, kita memandang keadaan yang sulit sebagai hal yang melemahkan kita. Pikirkanlah tentang hidup Anda, dan Anda akan mengingat betapa tangan Tuhan yang setia telah menuntun Anda hingga hari ini.
ENTRUST (Mempercayakan)
Dalam II Timotius 1:12, rasul Paulus berkata, "Aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." Bahkan saat kita bereaksi salah terhadap suatu krisis – atau ketika keputusan yang sembrono menempatkan kita di pinggir jurang – Tuhan tidak akan membiarkan kita untuk menjaga diri kita sendiri. Percayakanlah hidup Anda kepadaNya. Akui segala dosa Anda, dan serahkan diri Anda kepada kemurahan dan belas kasihNya yang tiada batasnya. Mintalah Dia untuk menolong Anda melihat kesukaran Anda dengan mata rohani, dan mintalah agar Ia memberi kekuatan sehingga Anda dapat meresponnya dengan benar. Ini akan mencegah Anda membuat pilihan-pilihan yang tidak seturut dengan hal terbaik yang Bapa telah persiapkan untuk hidup Anda.
STAND (Berdiri Teguh)
Secara rutin, renungkanlah Firman Tuhan yang sempurna. Kemudian, dengan bersandar pada kebenaran, Anda akan mampu untuk berdiri teguh menghadapi setiap dakwaan si jahat, sebagaimana Yesus melakukannya saat setan mencobainya di padang gurun (Matius 4:1-10). Sebagai orang Kristen, kita memiliki kesempatan yang sempurna untuk menuai manfaat kekal dari kesukaran yang dijalani dengan kesabaran (Yakobus 1:2-4). Bapa surgawi sudah melihat terlebih dahulu segala tantangan yang Anda hadapi. Dan apakah tantangan itu akibat dari kesalahan Anda sendiri atau datang karena tindakan orang lain, Ia membayar keselamatan kekal Anda dengan darah AnakNya. Inilah pondasi yang kokoh untuk tetap berdiri teguh!
TAKE (Ambillah)
Walaupun Tuhan menjanjikan jalan keluar dari setiap pencobaan yang kita hadapi (I Korintus 10:13), kesukaran seringkali dapat melumpuhkan kita. Agar Anda dapat mengetahui tuntunan Roh Kudus, tetaplah taat dan tolaklah tekanan untuk mengambil jalan pintas saat Anda sedang dalam proses diubahkan oleh Tuhan. Terimalah dengan kerendahan hati pelajaran yang Tuhan berikan pada Anda. Kemudian ketika semuanya berakhir, jujurlah pada diri Anda dan mintalah Tuhan untuk memberi hikmat dan pelajaran dari pengalaman Anda. Perhatikan motivasi Anda saat membuat pilihan-pilihan tertentu, dengan bertanyalah pada diri Anda, Apa yang saya telah pelajari dari pengalaman ini? Hal lain apa yang bisa saya lakukan? Apa yang mau saya ubah?
"R-E-S-T" lebih dari sekedar pengingat yang menolong kita saat kita menghadapi keadaan darurat; ia juga merupakan respon spiritual yang baik dalam menghadapi krisis: Saat Anda merasa semua di sekitar Anda kacau balau, ingatlah untuk tinggal tenang (rest) dalam damai sejahtera dan kepastian dari Bapa surgawi. Anda tidak perlu tenggelam dalam ketidakpastian dan keraguan. Anda dapat berdiri dengan penuh keyakinan, berpegang pada kebenaran bahwa, melalui kesukaran, Tuhan membuat kita semakin kuat, semakin bijaksana dan semakin dewasa dalam iman kita.
Magalie J. Lawrence
------- Sentuhan Hati Edisi Mei 2010 - Artikel Iman Perkasa ------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar