Hari Kasih Sayang (Valentine’s Day) tampaknya selalu merupakan saat yang tepat untuk mengingatkan orang tentang kasih Allah pada manusia atau tentang tanggung jawab kita untuk memerhatikan sesama dan orang kesusahan. Tetapi Alkitab juga berbicara tentang jenis kasih lain yang penting tetapi sering diabaikan – kasih pada diri sendiri.
Banyak orang Kristen percaya bahwa memerhatikan diri sendiri adalah pementingan diri sendiri. Untuk mendukung pandangan keliru ini, ayat-ayat Alkitab sering dikutip keluar konteks. Contohnya, kata-kata Paulus tentang dirinya yang memakai frasa “orang paling berdosa’ dan ‘manusia celaka’ (I Tim 1:15; Rm 7:24). Padahal, meski ucapan ini tampaknya merendahkan, Paulus sebetulnya sedang memuliakan Allah atas karya besar dalam dirinya.
Sebagian orang juga mempertanyakan gagasan tentang mengasihi-diri-sendiri dengan menunjuk pada peringatan di Lukas 14:26 bahwa, untuk mengikut Kristus orang harus “membenci ... dirinya sendiri.” Padahal Yesus bukan sedang menganjurkan permusuhan; Ia sedang menjelaskan bahwa kesetiaan kita pada-Nya haruslah mutlak, bahkan ketika kesetiaan itu menuntut pengorbanan diri kita atau orang yang kita kasihi.
Kitab Suci tak pernah menyatakan bahwa manusia ciptaan Allah – entah itu orang percaya atau bukan – tak pantas dikasihi. Yang benar justru sebaliknya. Yesus sudah menunjukkan bahwa setiap orang bernilai di mata Allah. Kasih pada diri sendiri akan muncul dengan sendirinya ketika kita menyadari diri kita berharga. Tapi entah mengapa, penghargaan diri yang sehat lama-lama malah dianggap sebagai egoisme atau kesombongan.
Menghargai diri sendiri bukanlah pementingan diri sendiri. Kita harus memerhatikan tubuh, pikiran dan jiwa kita sendiri sebagai milik berharga pemberian Allah yang mengasihi kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar